Selasa, 18 Juni 2013

Tak Setampan Romeo (Repost)


CIIIIIIIIIIIIIITTTTTTT!!!!!!!!!!!!!!
Suara decitan mobil terdengar keras di telinga Rio. Memaksa Rio untuk menoleh ke arah sumber suara itu. Mobil itu berhenti mendadak. Hanya berjarak lima centimeter dari Rio. Jantung Rio serasa mau copot. Mukanya pun pucat. Ternyata sebuah Honda Jazz hitam hampir saja menabraknya.
Seorang cowok keluar dari mobil itu dan membanting pintu mobilnya dengan keras. Cowok itu menghampiri Rio dan menatap Rio marah.
“WOI! LO PUNYA MATA NGGAK SIH? NGGAK TAU YA KALO MOBIL GUE MAU LEWAT???” bentak cowok itu.
“Maaf, tapi…tadi gue bener-bener nggak liat…” jawab Rio takut sambil menunduk.
“MAAF, MAAF…! UNTUNG AJA LO MASIH SELAMAT! COBA KALO TADI LO KETABRAK, GUE JUGA KAN YANG DISALAHIN??” kata cowok itu masih dengan nada tingginya.
Tak lama kemudian, seorang cewek keluar dari mobil yang sama, lalu berjalan mendekati Rio dan cowok itu.
“Cakka…udahlah…nggak usah marah-marah gitu!” ujar cewek itu yang kemudian menatap Rio dengan cemas. “Lo nggak pa-pa kan, Yo?”
Rio mencoba tersenyum,”Gue nggak pa-pa kok, Fy…”
“Tuh kan, Cak…lo denger sendiri kan? Yang penting kita semua nggak pa-pa. Jadi lo nggak perlu marah-marah gitu…” lanjut cewek yang bernama Ify itu.
Mendengar kata-kata dari Ify barusan, Cakka bisa sedikit meredam emosinya. Cakka berganti menatap Rio.
“OK, kali ini gue maafin. Tapi lain kali ati-ati…” kata Cakka kemudian.
Cakka menatap Ify. “Yuk, Fy!”
Ify mengangguk.
Cakka membalikkan badannya, begitu pun dengan Ify. Cakka merangkul Ify saat berjalan menuju mobilnya. Ify membuka pintu mobil dan menatap Rio sesaat, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke mobil itu kembali.
Mobil Cakka melintas di depan Rio yang masih terdiam. Rio hanya memandang pasangan itu dengan tersenyum kecut. Ya…Cakka dan Ify memang sepasang kekasih. Sepasang kekasih yang terlihat serasi. Cakka yang tampan dan Ify yang cantik. Banyak yang iri melihat kedekatan mereka. Apalagi saat satu sekolah tau kalo mereka jadian, banyak siswa dan siswi yang patah hati. Termasuk Rio-kah?
Jawabannya ya. Rio termasuk salah satunya. Sudah lama Rio menyukai Ify. Tapi Rio hanya memendam perasaan itu sendiri. Rio merasa kalo dia nggak pantas buat Ify. Ify terlalu sempurna untuknya. Rio nggak punya sesuatu yang bisa dibanggakan oleh Ify. Berbeda dengan Cakka. Cakka punya segalanya. Cakka yang ganteng, kaya, jago basket, dan banyak diidolakan oleh semua cewek.
Rio menghela napas dan kembali mengendarai sepedanya menuju parkiran sekolah.



“Udahlah, Vi…gue nggak mau denger penjelasan lo lagi!” kata Ify sembari berjalan menuju kelasnya.
Tapi Sivia nggak menyerah, dia terus mengejar Ify dan berusaha memberikan penjelasan pada Ify.
“Tapi, Fy…kemarin gue liat dengan mata kepala gue sendiri kalo Cakka lagi jalan sama cewek. Mereka gandengan tangan mesra banget.” Jelas Sivia meyakinkan.
Tapi Ify terus berjalan tanpa mempedulikan Sivia. Sivia masih berusaha menyamai langkah Ify.
“Tolong percaya sama gue, Fy! Masalahnya kemarin bukan yang pertama yang gue liat. Tapi udah kedua kalinya gue liat Cakka jalan sama cewek, dengan cewek yang sama, tapi cewek itu bukan lo, Fy. Dan menurut gue…sepertinya Cakka bukan….cowok baik-baik deh, Fy.” Jelas Sivia agak ragu pada kalimat terakhirnya karena takut kalo Ify marah.
Ify menghentikan langkahnya dan menatap Sivia.
“Tapi sayangnya gue lebih percaya sama Cakka. Cakka itu cowok baik, Vi. Dan nggak mungkin dia nyakitin gue. Jadi gue mohon…lo nggak usah ngarang-ngarang cerita tentang Cakka!” kata Ify tegas.
Sivia menatap Ify tak percaya. Heran karena sahabatnya sendiri tidak mempercayai ucapannya.
“Ya ampun, Fy…buat apa juga gue ngarang cerita kayak gitu?”
“Buat apa? Ya pastinya supaya gue membenci Cakka dan akhirnya bikin kita putus kan?”
Sivia ternganga dan matanya mulai berkaca-kaca.
“Lo kok tega banget ngomong gitu ke gue sih, Fy?”
“Kenapa? Emang bener kan? Gue tau kok kalo lo pernah suka sama Cakka. Makanya lo ngarang cerita buat ngerusak hubungan kita!”
“Cukup, Fy! Gue nggak ngerti kenapa lo bisa berpikiran kayak gitu. Lo emang bener, kalo gue emang pernah suka sama Cakka. Tapi itu dulu, Fy…dulu banget! Jauh sebelum akhirnya lo jadian sama Cakka. Dan waktu gue denger kalian jadian, gue mencoba buat ikhlas. Tapi sekarang gue udah nggak punya perasaan apa-apa lagi sama Cakka, Fy.” Jelas Sivia agak emosi.
Ify terdiam tanpa menatap Sivia.
“Dan kalo menurut lo, gue Cuma ngarang cerita tentang hal ini, lo salah besar, Fy! Gue nggak pernah punya niat sedikit pun buat ngerusak hubungan kalian. Gue di sini, juga cuma sebagai sahabat yang nggak ingin kalo sahabat gue disakitin sama orang lain, termasuk cowoknya sendiri.” Air mata Sivia mulai tumpah.
Lalu Sivia berlari meninggalkan Ify yang masih diam terpaku.
“SIVIA!” panggil Ify, tapi Sivia tidak menoleh dan langsung masuk ke kelasnya.
Ify menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ify menyesal dengan ucapannya tadi. Ify hendak mengejar Sivia, tapi kemudian mengurungkan niatnya mengingat bel masuk hampir berbunyi. Ify memutuskan ke kelasnya.
Ify duduk bersandar di kursinya. Namun tanpa sengaja mata Ify menangkap sesuatu yang sudah tergeletak manis di laci mejanya. Ify pun mengambilnya. Ternyata setangkai mawar putih dan sebuah kartu ucapan. Kartu ucapan itu diikatkan ke mawar itu dengan pita berwarna pink.
Ify membuka kartu ucapannya.

Untuk: Alyssa
Selamat pagi, Matahariku…
Tetap tersenyum ya…
Buatlah orang-orang di sekitarmu bahagia karena melihat senyumanmu…

Ify mengerutkan keningnya, lalu menatap seisi kelas.
‘Siapa yang ngasih bunga ini? Apa mungkin Cakka?’ Ify mengangkat bahu.


Siang itu Rio mengayuh sepedanya hingga sampai di depan pertokoan. Rio memarkirkan sepedanya di depan sebuah toko. Itulah pekerjaan Rio setiap harinya sepulang sekolah. Mengantarkan pesanan katering. Ibunya Rio mempunyai usaha katering kecil-kecilan. Rio nggak pernah keberatan  untuk membantu pekerjaan orang tuanya.
Saat hendak memasuki sebuah toko, Rio menghentikan langkahnya. Matanya terpaku pada dua orang yang sedang duduk di kafe sebelah. Cakka dan…seorang cewek yang entah namanya siapa? Rio menatap bingung Cakka dan cewek itu secara bergantian.
‘Siapa cewek itu? Kenapa cewek itu bukan Ify? Lalu…ada hubungan apa antara Cakka dan cewek itu?’
Berbagai pertanyaan muncul di otak Rio, antre minta diberi jawaban.
Rio tambah terkejut saat melihat tangan Cakka menggenggam tangan cewek itu dengan lembut.
‘Gue nggak akan biarin Cakka nyakitin Ify!’ batin Rio.


Keesokan harinya, jam istirahat…
“Mmm…Cak! Gue mau tanya…” kata Ify membuka pembicaraan.
“Apa, Fy?” tanya Cakka sambil mengaduk-aduk es jeruknya.
“Kemarin…lo yang naruh mawar putih di laci meja gue bukan?” tanya Ify.
Cakka menaikkan alisnya, “Mawar putih? Seinget gue…selama ini gue belum pernah ngasih lo mawar putih deh.”
Ify terdiam. Ya…memang benar kalo selama ini Cakka belum pernah memberinya mawar putih. Cakka memang pernah memberinya bunga, tapi bunga Lily. Padahal…mawar putih adalah bunga kesukaan Ify. Tapi sepertinya…Cakka nggak pernah mengetahuinya.
“Oh…ya udah, lupain aja!”
Cakka mengangguk dan tersenyum.
“Nanti sore…lo bisa anterin gue ke toko buku nggak, Cak? Soalnya ada buku yang mau gue beli.” Tanya Ify kemudian.
“Nanti sore?” Cakka terlihat berpikir, “Duh…kayaknya nggak bisa deh, Fy. Kebetulan nyokap gue minta dianterin belanja. Kalo malemnya aja gimana? Pasti gue temenin…”
Ify mengerutkan keningnya. ‘Nemenin nyokapnya belanja? Sejak kapan Cakka mau nemenin nyokapnya belanja?’
“Ya udah deh, kalo lo nggak bisa, gue pergi sendiri aja.”
“Ya nggak bisa gitu dong, Fy… Gue temenin aja ya, tapi nanti malem.”
Ify tersenyum dan mengangguk.
Tak lama ponsel Cakka bergetar. Ada satu pesan masuk. Cakka membacanya…

From: +62813xxxxxxxx
Cak, gw pengen ngomong
Sesuatu ma lo.
Gw tunggu lo di dpn gudang
Sekolah. Skrng.

Cakka mengerutkan keningnya. Nomornya tidak dikenal.
“Kenapa, Cak?” tanya Ify heran melihat perubahan raut wajah Cakka.
“Mmm…Fy, gue ada perlu sebentar. Lo tunggu sini aja ya.”
“Lo mau ke mana?” tanya Ify curiga.
“Ke belakang sebentar, Fy. Tunggu ya!”
“Ya udah deh, tapi jangan lama-lama ya.”
Cakka mengangguk dan kemudian berlalu meninggalkan Ify.


Rio berdiri bersandar pada dinding gudang sekolah. Rio memandang sekitar. Sepi. Memang jarang sekali siswa atau siswi yang datang ke tempat itu.
“Oh…jadi lo yang nyuruh gue ke sini?” sebuah suara mengagetkan Rio.
Rio menoleh dan tersenyum tipis. Cakka – orang yang ditunggunya sejak tadi, akhirnya datang juga.
“Akhirnya lo dateng juga.”
Cakka memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
“Nggak udah basa-basi deh lo! To the point aja! Ada perlu apa lo nyuruh gue ke sini?” tanya Cakka dingin.
Rio menghela napas, “Ini soal…Ify.”
Cakka menatap Rio tajam.
“Ify? Apa urusannya sama lo?” tanya Cakka sinis.
“Gue Cuma minta satu hal sama lo, Cak. Tolong jangan pernah lo sakitin Ify.” Kata Rio memohon.
Cakka mengangkat alisnya, “Maksud lo apa ngomong kayak gitu ke gue? Ify itu cewek gue dan nggak ada urusannya sama lo!”
“Siapa bilang nggak ada urusannya sama gue? Jelas itu jadi urusan gue, karena…” ucapan Rio terhenti.
“KARENA APA?” nada suara Cakka meninggi.
Rio menelan ludah. “Karena…”
“KARENA LO SUKA SAMA IFY???” bentak Cakka.
“Iya. Gue suka sama Ify. Bahkan bukan hanya sekedar suka, tapi gue juga sayang sama Ify.” Jawab Rio mantap.
“BRENGSEK LO!!!”
Sebuah pukulan mendarat di pipi Rio. Rio jatuh tersungkur. Rio meringis kesakitan. Saat berusaha bangun, Cakka mencengkram kerah baju Rio.
“Lo tau sekarang lo lagi berhadapan sama siapa?” tanya Cakka sinis.
“Gue tau. Tau banget. Sekarang gue sedang berhadapan dengan cowok kaya yang sombong dan nggak punya perasaan.”
Cakka menatap Rio geram dan hendak melayangkan satu pukulannya lagi, tapi…
“PUKUL! PUKUL AJA KALO EMANG BISA BIKIN LO PUAS! PUKUL GUE SEPUAS LO, ASAL ITU BISA NGEBUAT LO MAU BERJANJI NGGAK AKAN NYAKITIN IFY!”
Cakka terdiam dan berusaha menahan amarahnya. Cakka melepaskan cengkramannya dari kerah baju Rio dan sedikit mendorong tubuh Rio.
“Awas aja kalo sampe lo macem-macem sama gue! Ify milik gue dan nggak ada satu orang pun yang bisa ngerebut dia dari gue!” tegas Cakka yang kemudian pergi meninggalkan Rio.


Ify duduk termenung di kamarnya. Memikirkan kata-kata Sivia kemarin. Dan juga perubahan Cakka belakangan ini. Cakka memang berubah. Pertama, Cakka nggak perhatian lagi sama Ify. Kedua, Cakka jarang main ke rumah Ify. Ketiga, setiap kali Ify memintanya untuk mengantarkan ke suatu tempat, seingkali Cakka menolak.
Sebenarnya Ify ingin mengenyahkan perasaan curiganya, tapi nggak bisa. Apalagi mendengar kata-kata Sivia kemarin.
“Apa kata-kata Via kemarin emang bener? Mendingan…gue ke rumah Cakka aja sekarang.”
Ify keluar kamar dan menuju garasi. Di sana sudah ada Pak Udin – sopir pribadi keluarga Ify, yang sedang membersihkan Yaris merah milik Ify.
“Pak, anterin Ify ke rumah Cakka sekarang ya.” Kata Ify pada Pak Udin.
“Baik, Non.” Sahut pak Udin seraya mengangguk.


Mobil Ify berhenti di depan sebuah rumah mewah di kompleks perumahan elit.
“Sudah sampai, Non.” Ucap pak Udin.
Ify mengangguk, “Mmm…ya udah, pak Udin tungguin Ify ya.”
“Iya, Non.”
Ify keluar dari mobil dan masuk ke halaman rumah itu. Saat sampai di depan pintu, Ify menekan bel rumah itu. Seorang wanita berumur 50-an, membukakan pintu untuk Ify. Wanita itu tersenyum ramah.
“Eh, ada Non Ify! Cari Den Cakka ya, Non?” tanya wanita itu.
Ify tersenyum, “Iya, Bi. Cakkanya ada di rumah?”
“Oh…Den Cakkanya sedang keluar, Non. Sekitar satu jam yang lalu.”
“Mmm…Bibi tau nggak, perginya ke mana? Apa perginya sama Tante Mira?”
“Ya nggak lah, Non. Nyonya kan lagi di luar kota sejak tiga hari yang lalu.”
Ify mengerutkan keningnya. “Di luar kota? Tiga hari yang lalu?”
Bi Suti mengangguk.
‘Berarti Cakka bohong? Dia bilang sore ini mau nganterin Mamanya belanja. Padahal sekarang Mamanya lagi ada di luar kota.’ Batin Ify. Hati Ify semakin gelisah. Kenapa Cakka berbohong?
“Saya tungguin deh, Bi sampai Cakka pulang.”
“Ya udah, masuk dulu deh, Non.”
“Makasih, Bi. Tapi saya tunggunya di luar aja.”
“Terserah Non deh. Saya lanjutin pekerjaan saya dulu di belakang ya…”
Ify mengangguk sembari tersenyum. Setelah Bi Surti pergi, Ify duduk di kursi teras. Berkali-kali Ify melirik jam tangannya. Tapi Cakka belum juga pulang. Setengah jam berlalu. Sampai akhirnya sebuah Honda jazz hitam berhenti di depan pintu gerbang.
Ify tersenyum dan segera berdiri. Ify hendak menghampiri mobil Cakka, tapi kemudian mengurungkan niatanya karena melihat seorang cewek keluar dari mobil Cakka.
Ify terperangah. Cewek itu Shilla, sepupu Ify. Ify semakin bingung. Kenapa Shilla bisa sama Cakka? Berbagai pikiran muncul di kepala Ify.
Dan yang membuat Ify lebih terkejut, ketika Cakka mendekati Shilla dan membelai rambutnya Shilla dengan lembut. Nggak hanya itu! Bahkan Cakka terlihat mencium kening Shilla.
Tubuh Ify terasa membeku. Nggak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ify berharap kalo itu semua hanyalah mimpi, dan Ify ingin segera terbangun dari mimpi buruk itu.
Tapi kejadian yang dilihatnya bukanlah mimpi. Semuanya tampak nyata. Air mata Ify mulai tumpah. Hatinya sungguh sakit melihat kejadian itu.
Cakka menggandeng tangan Shilla menuju rumahnya. Tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat Ify sudah berdiri di teras rumahnya. Shilla pun nggak kalah terkejutnya. Wajah Cakka dan Shilla langsung pucat. Buru-bura Cakka melepaskan tangan Shilla.
“Ify…?” hanya itu yang keluar dari mulut Cakka.
“Kenapa? Kaget gue ada di sini?” tanya Ify dingin.
“Gue bisa jelasin, Fy…” lanjut Cakka bingung.
“Jelasin? Jelasin apa lagi? Gue udah liat semuanya dengan jelas. Gue nggak nyangka lo bisa nyakitin gue gitu, Cak! Selama ini gue selalu percaya sama lo, kalo lo bener-bener sayang sama gue. Tapi ternyata gue salah! Bahkan gue sampai nggak mempercayai ucapan sahabat gue sendiri. Tega lo, Cak! Ternyata lo cowok brengsek!” kata Ify sambil menahan suaranya agar tidak bergetar.
Cakka diam terpaku sambil menunduk.
Ify berganti menatap Shilla, “Dan lo, Shil! Lo itu saudara gue sendiri. Dan lo tau kan kalo Cakka itu cowok gue? Tapi kenapa sih, lo juga tega nusuk gue dari belakang?”
“Fy, maafin gue…” ucap Shilla pelan.
Ify membuang muka. Dan Ify juga nggak mau berlama-lama di situ. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi.
Cakka mengejar Ify dan berhasil meraih tangan Ify.
“Tunggu, Fy!”
“Lepasin tangan gue!” bentak Ify sambil melepaskan tangannya dari tangan Cakka.
“Dengerin penjelasan gue dulu, Fy!” Cakka mulai putus asa.
“Cukup, Cak! Udah nggak ada yang perlu dijelasin lagi! Mulai detik ini….KITA PUTUS!” kata Ify tegas, lalu berlari meninggalkan Cakka.
“IFY!!!” panggil Cakka, tapi percuma karena Ify sudah masuk ke mobilnya.
Cakka mengacak-acak rambutnya dan mendengus kesal.


Ify duduk di kursi sebuah taman sambil menangis. Ify nggak menyangka kalo Cakka tega menyakitinya. Ify jadi merasa bersalah pada Sivia karena ia tidak pernah mempercayai ucapan sahabatnya itu.
Seseorang menyodorkan sapu tangannya pada Ify. Ify mendongak…
“Rio?”
Rio hanya tersenyum tipis dan langsung duduk di sebelah Ify.
“Hapus air mata lo, Fy…” ucap Rio lembut.
Ify mengambil sapu tangan dari tangan Rio.
“Yo, gue boleh pinjem dada lo?”
Rio mengangguk ragu.
Ify langsung menghambur ke pelukan Rio. Ify menangis sepuasanya. Nggak peduli kalo baju Rio basah karena air matanya.
Jantung Rio berdetak kencang. Perlahan Rio membelai rambut Ify dengan lembut. Hatinya begitu sakit melihat orang yang disayanginya menangis. Rio nggak sanggup kalo harus melihat air mata Ify.
“Cakka jahat banget, Yo! Dia…dia…selingkuh. Selingkuh sama sepupu gue sendiri. Kenapa ya…dia tega banget nyakitin gue? Padahal…gue…gue sayang banget sama dia...” jelas Ify sambil sesenggukan.
Ternyata hal yang ditakuti Rio benar-benar terjadi. Ify telah mengetahui semuanya. Cakka telah menyakiti Ify.
“Lebih baik lo tau semuanya sekarang kan, Fy? Dari pada terlalu lama, itu akan membuat lo semakin sakit. Sekarang…hapus air mata lo! Lo nggak pantes nangisin Cakka. Air mata lo terlalu berharga buat nangisin dia.”
Ify melepaskan pelukannya dari Rio. Rio benar, Ify nggak boleh nangis lagi! Ify menghapus air matanya dengan sapu tangan Rio.
“Makasih ya, Yo. Sekarang gue ngerasa lebih tenang.” Ify mencoba tersenyum.
Rio tersenyum dan mengangguk kecil.
“Oh ya, Yo. Lo kok bisa ada di sini?” tanya Ify heran.
“Iya, tadi gue habis nganterin katering.”
“Oh…” Ify manggut-manggut.
Sudah lama Ify kagum dengan Rio. Ify dan Rio memang satu kelas, jadi sedikit-sedikit Ify mengenal Rio. Rio berasal dari keluarga yang sederhana. Tapi Rio adalah tipe orang yang pekerja keras. Setiap hari sepulang sekolah, Rio selalu membantu pekerjaan orang tuanya. Dan karena kecerdasannya, Rio mendapatkan beasiswa di sekolahnya.
“Udah sore, Fy…kita pulang yuk!” ajak Rio kemudian.
Ify menggeleng.
Rio mengerutkan keningnya, “Terus?”
“Gue mau ikut sama lo.” Jawab Ify cuek.
“Ikut gue? Gue kan mau pulang, Fy…”
“Ya udah, gue ikut ke rumah lo.”
“Serius?”
“Ya iya lah, Yo…”
“Sopir lo gimana? Kasian dia kan, udah nungguin lo dari tadi.”
“Gue suruh pulang aja. Pokoknya gue ikut lo.”
“Gue nggak punya mobil mewah, Fy. Emang lo mau naik sepeda butut gue?”
“Kenapa lo ngomongnya gitu? Gue nggak ada masalah kok.”
Rio tersenyum, “Ya udah, yuk!”
Rio berjalan menuju sepedanya bersama Ify. Rio naik ke sepedanya. Diikuti Ify yang kemudian duduk di boncengan sepeda Rio.
Rio terus mengayuh sepedanya. Jujur…saat itu Rio sangat senang bisa bersama seseorang yang sangat disayanginya. Sama seperti Ify. Ify pun merasakan hal yang sama. Dia senang bisa bersama Rio. Rio bisa membuatnya tenang.
“Udah nyampe, Fy. Ini rumah gue.” Ucap Rio sesampainya di depan sebuah rumah yang sederhana.
Ify tersenyum dan turun dari sepeda Rio.
Rio mengetuk pintu rumahnya. Tak lama, seorang gadis kecil membukanya.
“Kak Rio! Udah pulang?” Sapa seorang gadis kecil sembari tersenyum.
“Udah, Cha. Bapak sama ibu di mana?”
“Bapak sama ibu lagi ke rumah eyang, kak.”
“Oh…”
Gadis kecil itu berganti menatapIfy heran, lalu tersenyum ramah. Ify pun membalasanya.
“Oh ya, Fy. Kenalin, ini adik gue, namanya Acha.” Jelas Rio pada Ify. “Dan, Cha…ini temen kak Rio, namanya kak Ify.”
Ify dan Acha bersalaman.
“Kak Ify cantik deh…” puji Acha.
“Acha juga cantik kok…” kata Ify sambila membelai rambut panjang Acha.
“Kak Ify pacarnya kak Rio ya?”
Pertanyaan Acha membuat Ify dan Rio berpandangan. Ify menanggapinya dengan senyum. Sementara Rio terlihat salah tingkah.
“Bukan kok, Cha. Cuma temen.” Sahut Rio cepat-cepat. “Ya udah, sana kamu bikinin minum buat kak Ify.”
Acha manyun dan segera berlari ke dapur.
“Duduk deh, Fy! Maaf, rumahnya jelek.”
Nggak kok, Yo.”
Ify duduk di salah satu kursi, diikuti Rio.
“Lo nggak dicariin orang tua lo, jam segini belum pulang?” tanya Rio.
Ify tersenyum kecut. “Nggak kok, Yo. Orang tua gue lagi di luar kota. Mereka selalu sibuk sama urusannya sendiri. Untung aja…di rumah ada Bi Minah sama Pak Udin yang selalu nemenin gue. Jadi gue nggak ngerasa sendirian.”
“Kalo lo kesepian…lo bisa kok, main ke rumah gue. Ad ague, ada Acha dan ada orang tua gue. Mereka pasti seneng lo main ke sini.”
Ify tersenyum, “Makasih ya, Yo.”
Rio mengangguk. “Eh, Fy…gue ke belakang sebentar ya…”
Ify mengangguk. Sementara Rio berjalan ke dapur. Lima belas menit berlalu. Rio kembali dengan sepiring nasi goreng dan segelas air the hangat di tangannya.
“Gue bikinin nasi goreng sosis kesukaan lo, nih. Gue tau, pasti dari tadi siang lo belum makan kan?”
Ify terdiam. ‘Rio tau makanan kesukaan gue?’
“Lo tenang aja, nasi gorengnya nggak gue kasih cabe kok. Gue tau kalo lo nggak suka pedes kan?” lanjut Rio.
Bukannya menjawab, Ify malah menangis. Membuat Rio bingung.
“Loh, Fy…lo kok malah nagis sih? Lo nggak suka ya, gue masakin nasi goreng?”
Ify menggeleng. “Bukan gitu, Yo. Gue cuma terharu aja…lo bisa tau makanan kesukaan gue. Padahal selama ini Cakka nggak pernah tau apa yang gue suka dan apa yang gue nggak suka.”
Rio tersenyum. “Ya udah, lo jangan nangis lagi ya…!” Rio menghapus air mata Ify dengan tangannya.
Sesaat Ify dan Rio saling berpandangan. Namun kemudian Ify tersadar…
“Gue bisa sendiri kok, Yo…” gantian Ify yang menghapus air matanya sendiri.
Rio dan Ify sama-sama salting.
“Dimakan dong, Fy!” Rio mengalihkan pembicaraan.
“Punya lo mana?”
“Gue masih kenyang kok. Buat lo aja.”
“Ya udah, kalo lo nggak makan, gue juga nggak makan.”
“Jangan lah, Fy! Gue kan udah capek-capek buatinnya. Lagian juga gue buatnya cuma satu piring kok.”
“Kita makannya berduan aja, Yo!” kata Ify sambil tersenyum.
Rio melotot, “Hah? Berdua??”
Ify mengangguk. “Buruan lo ambil sendok satu lagi!”
Akhirnya Rio nurut juga. Mereka sama-sama menikmati nasi goreng itu berdua.
“Cie…ciee..sepiring berdua nih? Dangdut banget kak??” goda Acha sambil senyum-senyum.
Rio dan Ify tersentak kaget, lalu menunduk malu.
“Ngapain sih, kamu ngintip-ngintip? Buruan masuk kamar!” suruh Rio. Acha hanya menjulurkan lidahnya.


Pagi itu Ify menemukan kembali setangkai mawar putih di laci mejanya. Ify membuka kartu ucapannya dan membacanya…

Untuk: Alyssa
Selamat pagi, Matahariku…
Kenapa pagi ini Matahariku tidak bersinar?
Kenapa pagi ini Matahariku bersembunyi di balik awan?
Apa Matahariku sedang bersedih?

Ify menghela napasnya.
‘Sebenernya siapa sih pengirim bunga ini?’ batin Ify penasaran.
“Hayooo…bunga dari siapa ya?” pertanyaan Sivia membuat Ify kaget dan menoleh.
“Sivia?”
Sivia hanya tersenyum.
“Vi…lo masih marah sama gue ya?”
“Nggak kok, Fy. Ya…kemarin emang gue sempet kesel sih sama lo, tapi udah gue lupain semuanya kok.”
“Maafin gue ya, Vi. Gue egois banget. Gue nggak pernah mau dengerin ucapan lo.”
“Nggak ada yang perlu dimaafin, Fy. Lo nggak salah kok. Mungkin karena lo terlalu sayang sama Cakka, jadi lo lebih percaya sama dia.”
Mendengar nama Cakka, raut wajah Ify mendadak berubah.
“Mmm…sorry, Fy…” Sivia jadi merasa menyesal. Berita putusnya Ify dan Cakka memang sudah terdengar di seantero sekolah.
Ify tersenyum, “Nggak pa-pa kok. Ya udah, nggak usah bahas itu lagi ya!”
Sivia mengangguk, lalu mengalihkan pandangannya pada mawar putih yang dipegang Ify.
“Oh ya, tadi lo belum jawab pertanyaan gue. Itu bunga dari siapa?”
“Mmm…nggak tau nih. Udah dua kali gue dapet, tapi nggak ada nama pengirimnya.”
“Cieee…lo punya secret admirer nih?” goda Sivia.
“Via…apaan sih lo!” Ify manyun.


Sebulan berlalu. Hubungan Ify dan Rio semakin dekat. Sedikit demi sedikit, Ify bisa melupakan Cakka. Dan Rio-lah yang sudah mengobati luka di hati Ify. Setiap kali ada di dekat Rio, Ify merasakan sesuatu yang aneh. Apa itu cinta? Entahlah…Ify pun masih belum menyadarinya.


Bel pulang berbunyi.
Rio menggandeng tangan Ify sampai ke parkiran sekolah. Dari kejauhan, seseorang menatap mereka dengan tatapan cemburu. Tangannya mengepal untuk menahan amarahnya. Mendadak mucul ide licik di otaknya.
Di tempat parkir…
“Yah…Fy, ban sepeda gue kempes nih. Gimana?”
“Lho…kok bisa, Yo?” tanya Ify heran.
“Gue juga nggak tau, padahal tadi pagi juga nggak pa-pa.”
“Mmm…ya udah, kita cari bengkel di deket sini aja.”
“Nggak usah lah, Fy! Lo pulang duluan aja! Biar gue yang cari sendiri.”
“Hai, Fy!” sapa seseorang di belakang Ify.
Ify menoleh, lalu menghela napas kesal. Ternyata Cakka udah ada di belakang Ify dengan mobilnya.
Cakka berganti menatap Rio.
“Sepeda lo kenapa, Yo?” tanya Cakka dengan nada sedikit mengejek.
“Bannya kempes.” Jawab Rio singkat.
Cakka menatap Ify lagi, “Ya udah, Fy…Mendingan lo pulang bareng gue aja!”
“Nggak usah, makasih! Gue mau pulang sama Rio!” jawab Ify jutek.
“Nggak pa-pa, Fy…lo pulang sama Cakka aja.” Ujar Rio yang membuat Ify melotot.
“Rio!” sahut Ify kesal.
“Ayolah, Fy! Ada sesuatu yang pengen gue omongin juga. Gue janji, setelah ini gue nggak akan gangguin lo lagi.” Tambah Cakka.
Ify mulai berpikir, lalu menatap Rio. Rio mengangguk.
“Oke, gue ikut lo.” Kata Ify yang membuat Cakka tersenyum senang.
Ify menatap Rio lagi, “Yo, lo tungguin gue di taman biasa jam empat ya. Gue pasti dateng.”
Rio mengangguk.


Cakka mengajak Ify di sebuah kafe.
“Lo mau pesen apa?” tanya Cakka.
“Terserah lo.” Jawab Ify malas-malasan.
Akhirnya Cakka memesan makanan dan minuman pada salah satu waitress di kafe itu. Tak lama pesanan datang.
“Fy, gue udah mutusin Shilla.” Kata Cakka setelah beberapa saat mereka terdiam.
“Oh ya? Terus apa urusannya sama gue?”
Cakka menghela napas, “Fy, gue mau minta maaf sama lo…”
“Udah gue maafin kok…”
“Mmm…lo tunggu sini sebentar ya!”
Cakka beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju stage di sudut kafe. Cakka membisikan sesuatu pada salah satu pemain band kafe itu. Pemain band itu telihat mengangguk.
Tak lama, Cakka menatap seluruh pengujung kafe.
“Selamat siang semuanya… ! Siang ini, saya akan membawakan sebuah lagu untuk seseorang yang sangat saya sayangi. Saya menyesal telah menyakitinya. Dan saya berharap kalo dia mau memaafkan kesalahan saya…” ucap Cakka pada seluruh pengunjung kafe. Lalu Cakka mulai bernyanyi…

Tiga hari kunanti
Jawabanmu oh kasih
Setiap saat ku harap
Ada keajaiban dalam dirimu

Indahnya masa lalu
Tergores amarahku
Cemburu menguras hati
Galau kini menyiksa diri

Kembalilah kau kekasihku
Jangan putuskan kau tinggalkan aku
Sekalipun sering ku menyakitimu
Tapi hanya kaulah pengisi hatiku

Oo... Maafkan aku
Oo... Maafkan egoku
Oo... Maafkan diriku

Indahnya masa lalu
Tergores amarahku
Cemburu menguras hati
Galau kini menyiksa diri

Kembalilah kau kekasihku
Jangan putuskan kau tinggalkan aku
Sekalipun sering ku menyakitimu
Tapi hanya kaulah pengisi hatiku

Oo... (Maafkan aku)
Oo... Maafkaaaaaan egooooku
Oo... Maafkaaaan... diriku...

Suara riuh tepuk tangan terdengar di kafe itu setelah Cakka selesai bernyanyi. Sementara Ify hanya diam terpaku. Selesai mengucapkan terima kasih, Cakka kembali ke mejanya bersama Ify.
“Fy…!” panggil Cakka pelan.
Ify memberanikan diri untuk menatap wajah Cakka.
“Maafin gue ya, Fy…selama ini, gue sering nyakitin lo. Gue tau, gue salah. Dan gue tau, kalo lo udah benci banget sama gue. Tapi asal lo tau, Fy…cuma lo yang selalu ada di hati gue.” Kata Cakka sungguh-sungguh.
Ify masih diam membisu. Ify pun bisa melihat kesungguhan di mata Cakka.
Cakka meraih tangan Ify dan menggenggamnya erat.
“Tolong kasih kesempatan gue satu kali lagi, Fy. Kita mulai semuanya dari awal lagi. Gue janji…gue nggak akan nyakitin lo lagi.”
Ify menarik tangannya dari genggaman tangan Cakka.
“Gue udah maafin lo kok, Cak. Tapi…maafin gue, gue nggak bisa nerima lo lagi. Semuanya udah terlambat. Luka yang waktu itu lo buat, sampai sekarang pun masih belum sembuh.”
“Tapi gue akan berusaha ngobatin luka di hati lo itu, Fy.”
Ify menggeleng, “Maaf, Cak…gue tetep nggak bisa.”
“Kenapa? Apa karena Rio??”
Ify terdiam dan menunduk. Sementara Cakka menghela napas kesal.
“Apa sih kelebihan Rio dibanding gue, Fy? Gue punya segalanya. Gue bisa bahagiain lo. Sedangkan Rio? Rio itu nggak punya apa-apa. Apa lo bisa bahagia sama dia?”
Ify menatap Cakka tak percaya. Nggak menyangka kalo Cakka akan mengatakan hal seperti itu.
“Kelebihan Rio dibanding lo? Lo mau tau kelebihan Rio dibanding lo? Pertama, Rio bisa lebih ngertiin gue dibanding lo. Kedua, Rio lebih tau apa yang gue suka dan apa yang gue nggak suka, dibanding lo. Ketiga, Rio bisa ngebuat gue nyaman kalo bersama dia. Dan masih banyak  hal lain yang nggak bisa gue sebutin satu per satu.”
Cakka menunduk. Sepertinya usahanya untuk meyakinkan Ify sia-sia. Ify benar-benar sudah melupakannya.
“Maaf, Cak…gue harus pergi.”
Ify beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Cakka yang masih diam terpaku.


Mata Ify menyapu seisi taman untuk mencari Rio. Sesorang yang kini sudah mengisi hatinya. Tapi hasilnya nihil. Rio tidak ada di sana. Ify menghela napas kecewa.
“RIOOOO!!!” teriak Ify.
Tak ada jawaban dari Rio.
“RIOOO!!!” teriak Ify lagi.
Tapi masih tidak ada jawaban dari Rio. Air mata Ify mulai menetes.
‘Apa Rio udah pulang? Kenapa sih…dia nggak mau nungguin gue?’ batin Ify.
“Fy!” panggil seseorang di belakang Ify.
Ify membalikkan badannya. Ify menemukan sosok Rio yang tengah tersenyum untuknya. Ify balas tersenyum.
Rio berjalan mendekati Ify.
“Buat lo…” Rio memberikan setangkai mawar putih lengkap dengan kartu ucapannya untuk Ify.
Ify terperangah. Bunga itu…bunga yang sama seperti  bunga yang sering Ify dapat dari laci mejanya. Kartu ucapannya pun sama. Ify menerima mawar itu dan membuka kartu ucapannya…

Untuk: Alyssa
Mario sayang Alyssa…

Ify ternganga dan menutup mulutnya dengan tangannya. Masih belum percaya dengan semua ini. Lalu mendongak dan menatap Rio.
“Jadi…selama ini lo yang sering ngasih gue mawar putih?” tanya Ify.
Rio mengangguk pelan.
“Kenapa lo nggak pernah bilang dari awal sih, Yo?”
“Karena…gue ngerasa kalo gue nggak pantes buat lo, Fy. Lo terlalu sempurna buat gue. Gue nggak punya apa-apa yang bisa lo banggain, Fy. Beda sama Cakka. Cakka punya segalanya. Pastinya…lo bisa lebih bahagia sama dia dibanding sama gue. Dan juga….karena aku…tak setampan Romeo.”
Ify meneteskan air matanya dan menggeleng pelan.
“Lo salah, Yo! Siapa bilang lo nggak punya apa-apa yang bisa lo banggain? Tapi buktinya, gue selalu bangga sama prestasi lo di sekolah. Siapa bilang gue nggak bisa bahagia sama lo? Padahal buktinya, gue selalu bisa tersenyum setiap kali ada di deket lo. Dan siapa bilang lo nggak setampan Romeo? Karena menurut gue…lo lebih tampan dari Romeo.”
Rio tersenyum.
“Lo mau tau jawaban dari kartu ucapan ini?” tanya Ify sambil menunjukkan kartu ucapan dari Rio.
“Gue siap dengerin apapun jawaban lo, Fy. Sekalipun itu akan membuat lo menjauh dari gue, gue siap.”
Ify menatap Rio dalam-dalam.
“Jawaban gue…” Ify menggantung ucapannya.
Sementara Rio menunduk sambil memejamkan matanya. Menunggu dengan pasrah apapun jawaban dari Ify.
Ify tersenyum dan mengecup pipi Rio dengan lembut.
“Alyssa juga sayang Mario…” bisik Ify di telinga Rio.
Rio membuka matanya karena kaget. Pipinya mendadak memerah. Rio pun jadi salah tingkah.
Ify hanya tertawa melihat Rio yang salah tingkah.
“Serius, Fy?” tanya Rio meyakinkan.
Ify mengangguk dan tersenyum, “Iya, gue sayang sama lo, Yo.”
Rio tersenyum, “Makasih ya, Fy…”
Ify melirik ke tangan kiri Rio. Ada sebuah gitar di tangannya.
“Lo bawa gitar? Nyanyi buat gue dong…!” ucap Ify.
“Ya udah, kita duduk di sana yuk!” Rio menunjuk pada salah satu kursi taman.
Ify mengangguk. Lalu duduk di kursi itu bersama Rio. Rio memetik gitarnya dan mulai bernyanyi…

Mimpikah aku kau ada disampingku
Yang selama ini jauh dari genggamanku
Aku pesimis merasa ini takkan mungkin
Berharap ini bukan cinta sesaatmu
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
Mungkin aku tak setampan romeo
Aku juga tak bergelimang harta
Namun tak ku sangka dapatkan dirimu
Yang lebih indah dari seorang juliette

Engkau kini bagaikan putri yang terindah
Menghiasi bunga ditaman jiwaku
Ku sadari banyak yang inginkan kamu
Berharap kamu untuk aku selamanya

Mungkin aku tak setampan romeo
Aku juga tak bergelimang harta
Namun tak ku sangka dapatkan dirimu
Yang lebih indah dari seorang juliette

Mungkin aku tak setampan romeo
Aku juga tak bergelimang harta
Namun tak ku sangka dapatkan dirimu
Yang lebih indah dari seorang juliette

Mungkin aku tak setampan romeo
Aku juga tak bergelimang harta

Mungkin aku tak setampan romeo
Aku juga tak bergelimang harta
Namun tak ku sangka dapatkan dirimu
Yang lebih indah dari seorang juliette

Namun tak ku sangka dapatkan dirimu
Yang lebih indah dari seorang Juliette
-THE END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...